Dalam merancang karya ini, sekali lagi, Otty bereksperimentasi pada irisan antara teater dalam seni performans. Dibuka dengan lirik lagu “Kopral Jono” karya Ismail Marzuki, “The Partisan” berusaha merespons konsep “bromocorah” yang ditawarkan sebagai tema oleh ARKIPEL bromocorah – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival 2019. Lirik lagu yang diperkirakan ditulis pada 1939-1940 ini dianggap sebagai lagu perjuangan yang kerap dinyanyikan oleh para tentara untuk mengusir penjajah, selain itu juga memperlihatkan kedekatan mereka dengan rakyat. Secara tekstual, lirik lagu ini begitu satir menyinggung perilaku tokoh Kopral yang mirip dengan Robin Hood, tokoh dalam cerita rakyat di Inggris yang berjuang demi rakyat kecil dengan merampok orang-orang kaya yang korup. Melalui lagu ini lah penonton diberikan semacam benang merah untuk menginterpretasi karya “The Partisan”. Namun, lagu “Kopral Jono”, dalam konteks ini, tidak hanya berperan sebagai lagu pembuka sebuah pertunjukan untuk mendukung narasi, aksi Maria dan Pingkan saat menyanyikannya membuat lagu ini memiliki kelenturan tafsir dan mengundang ragam spekulasi dari penonton karena pada akhirnya ia memperlihatkan keberadaan dan kehadiran subjek manusia yang kerap luput dari perhatian ketika kita mendengarkan sebuah lagu. Bahwa nyanyian yang didengar penonton adalah hasil dari kerja tubuh yang memproduksi suara.
Elemen suara menjadi salah satu unsur terpenting dalam “The Partisan”. Otty berkolaborasi dengan Theo Nugraha, seorang sound artist, yang melakukan perekaman suara secara analog. Suara yang dihadirkan oleh para performer itu disajikan kembali sebagai sebuah komposisi yang berkarakter noise. Memilih modus perekaman secara analog sendiri pada dasarnya sudah memperlihatkan elemen performativitas dari suara karena sinyal analog akan terus berubah menurut waktu dan ruang yang dilaluinya. Delay juga hadir dalam visual yang terproyeksi sebagai karakter dari fitur live streaming yang tersedia di YouTube, ia menegaskan jarak antara waktu yang sebenarnya dan waktu yang simulatif. Adanya kesadaran Otty dalam mengonstruksi kompleksitas unsur-unsur visual dan audio seperti bayangan yang hadir karena flash dari kamera para performer, kemunculan cahaya dari lampu sorot yang hadir secara konstruktif oleh Wahyu Budiman Dasta, layer-layer yang tercipta dari proses penangkapan dan proyeksi gambar secara terus-menerus, dan kehadiran suara natural maupun suara hasil rekaman yang tampaknya tak saling terhubung itu membuat karya ini dapat dinikmati sebagai sebuah kesatuan. Audio dan visual dalam karya ini menjadi komposisi yang musikal sekaligus sinematik.
THE PARTISAN
Tanggal/Date
20 Agustus 2019
Lokasi/Location
GoetheHaus, Goethe-Institut Indonesien
Opening Night of ARKIPEL bromocorah – 7th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival
Penyanyi Utama/Main Singer
Maria Christina Silalahi
Pingkan Polla
Performer
Alifah Melisa, Ananta Wijayarana, Dhanurendra Pandji, Kyla Callista, Luthfan Nur Rochman, Maria Christina Silalahi, Maria Deandra, Manshur Zikri, Panji Anggira, Pingkan Polla, Prashasti Wilujeng Putri, Pychita Julinanda, Robby Ocktavian, Taufiqurrahman, Syahrullah
Sound Artist
Theo Nugraha
Multimedia Collaborator
Dhuha Ramadhani
Wahyu Budiman Dasta
Hair Stylist
Kyla Callista
Tentang Kelompok Teater
Kelompok Teater merupakan eksperimentasi Otty Widasari yang mengkaji persilangan antara teater dan seni performans melalui elemen-elemen yang ada di dalamnya. Proyek ini dilakukan secara kolaboratif dengan mengundang beberapa partisipan sebagai performer. Sejak Juni 2019, Kelompok Teater dibuat menjadi sebuah proyek berkelanjutan Otty melalui karya “Exit Status Ratio 3:2”. Pada edisi selanjutnya dari karya ini, “Exit Status Ratio 3:2 (Book Edition)” yang dipresentasikan pada Juli 2019, Otty melibatkan lebih banyak orang sebagai performer yang sebagian besar dari mereka tidak berlatar belakang sebagai aktor teater maupun seniman performans.